Masyarakat Dayak Orung Da’an percaya bahwa setelah mati,
jiwa mereka akan berkumpul di Bukit Tilung. Tak sembarang orang bisa memasuki daerah suci ini. Sebelum memasuki bukit ini, orang
harus melakukan upacara meminta keselamatan. Sesaji diberikan kepada nenek
moyang agar tim pendaki terbebas dari marabahaya.
Kakek Rajang, mantan Temenggung atau kepala suku Dayak Orung
Da’an melakukan upacara meminta keselamatan terhadap tim yang akan melakukan
pendakian Bukit Tilung. Isi sesaji upacara adalah 1 ekor ayam, pulut (beras
ketan), daun sirih, nasi, dan beram - minuman yang terbuat dari beras ketan
yang difermentasi.
Bukit Tilung termasuk dalam jajaran perbukitan di hulu
Sungai Mandai, sungai yang terletak di jantung Kalimantan. Di bukit ini kita
masih bisa menemukan hutan Kalimantan yang masih rapat dan belum tersentuh
penebangan.
Beberapa bukit yang mengelilingi desa Nanga Raun, desa yang pernah
mempunyai rumah betang terpanjang di Kalimantan Barat, adalah Bukit Tilung,
Bukit Tunggul, Bukit Amaiambit, Bukit Liang Gagang, Bukit Pari, dan Bukit
Bumbun. Pendakian ini adalah bagian dari Ekspedisi Hello Borneo oleh
Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Gadjah Mada (Mapagama) Yogyakarta bersama
dengan WWF Indonesia dan Komunitas Pariwisata Kapuas Hulu (Kompakh). Tujuan
penjelajahan ini adalah survey dan pemetaan gua, identifikasi botani dan survey
potensi ekowisata.
Bukit Tilung bertinggi 1112
meter dari permukaan laut. Walau tak setinggi gunung-gunung di pulau
Jawa tetapi jalur pendakiannya jauh lebih menantang karena hutannya
masih cukup rapat. Pendakian menuju bukit ini dimulai dari ketinggian 50
mdpl. Terdapat 2 jalur menuju kaki bukit yaitu melewati hutan dan
ladang penduduk yang memakan waktu sekitar 3 jam berjalan kaki dari
dusun Tilung, atau mengikuti aliran sungai Mandai ke hilir dan masuk ke
Sungai Raun yang dapat ditempuh menggunakan perahu bermesin tempel
sekitar 1 jam.
Hari pertama pendakian, Kakek Rajang, mantan Temenggung atau kepala suku Dayak Orung Da’an melakukan upacara meminta keselamatan terhadap tim yang akan melakukan pendakian Bukit Tilung. Isi sesaji upacara adalah 1 ekor ayam, pulut (beras ketan), daun sirih, nasi, dan beram (minuman yang terbuat dari beras ketan yang difermentasi). Sesaji akan diberikan kepada nenek moyang agar tim pendaki terbebas dari marabahaya. Dayak Orung Da’an masih teguh memegang adat, termasuk selalu melakukan upacara meminta keselamatan setiap hendak melakukan sesuatu.
Perjalanan menuju kaki Bukit
Tilung dapat dilakukan dengan berjalan kaki atau mengikuti aliran sungai
dengan memakai perahu. Bukit Tilung terletak disamping aliran Sungai
Raun, sungai yang menjadi nama desa terdekat dari Bukit Tilung yaitu
Nanga Raun. Terdapat beberapa riam di sungai ini sehingga perahu harus
dituntun di pinggir sungai agar dapat melewati riam-riam tersebut.
Dari kaki bukit, perjalanan
dimulai dengan jalur yang landai. Beberapa kali melewati sungai-sungai
kecil dengan lebar 3-6 meter, kemudian disambung dengan jalan yang mulai
menanjak. Jalur yang semakin lama semakin ekstrem ditambah dengan hujan
yang terus turun membuat perjalanan menjadi semakin berat.
Tak jarang dijumpai pohon-pohon tumbang disepanjang perjalanan. Pohon-pohon tumbang ini kadang berdiameter cukup besar dengan panjang puluhan meter.
Hutan Bukit Tilung masih terjaga keasriannya. Air terjun yang ditemui cukup banyak dan berair jernih. Masyarakat Nanga Raun memang masih menjaga hutan mereka dengan baik, sebab mereka sadar bahwa hutan yang gundul hanya akan menyengsarakan hidup mereka.
Di Bukit Tilung masih banyak dijumpai pohon-pohon besar yang sudah berusia puluhan bahkan ratusan tahun, salah satunya adalah pohon Meranti yang sangat besar ini. Usia pohon Meranti ini diperkirakan sudah hampir 1 abad. Kabar baiknya, pohon ini bukanlah pohon terbesar di hutan Bukit Tilung, tetapi masih ada lagi yang jauh lebih besar dan tetap terjaga kelestariannya.
Salah satu gua atau cerukan di Bukit Tilung yang biasanya dijadikan tempat bermalam oleh para pemburu. Gua ini bernama Gua Pasar atau Gua Mapala dan berada di tingkat tiga Bukit Tilung. Terdapat 5 tingkat hingga ke puncak. Dari tingkat 4 menuju tingkat 5 jalur yang dilalui tegak lurus 90 derajat sehingga hanya dapat didaki dengan menggunakan alat pendakian yang memadai. Di depan gua ini terbentang pepohonan Bukit Tilung, dan jika beruntung dapat terlihat burung khas Kalimantan yaitu Enggang atau Rangkong terbang dari satu pohon ke pohon yang lain.
Gua Lumut adalah salah satu gua yang ditemukan dan dipetakan oleh Tim dari Mapagama. Gua ini berada di dasar air terjun. Dengan diameter sekitar 20 meter, gua ini merupakan tempat bersarang landak hutan sebab ditemukan beberapa duri landak. Gua ini juga merupakan habitat dari burung Lumut, yaitu burung yang membangun sarangnya dari lumut dan tanah. id.berita.yahoo.
Sign up here with your email
1 comments:
Write commentsKalau untuk puncak bukit tilung itu bagaimana ? Apakah pernah ada jalur sampai ke puncak ?
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon