, Yogyakarta - Tradisi jemparingan mataraman atau ajang panahan tradisional khas Yogyakarta Saat ini sedang sibuk diperkenalkan ke seluruh wilayah Nusantara melalui format lomba. Tidak hanya untuk kelompok dewasa, acara tersebut kini semakin terbuka dan menyasar segmen siswa mulai dari tingkat SD sampai SMA.
Kompetisi panahan nasional dihelat bertepatan dengan momen perayaan ulang tahun ke-219 pembentukan Kadipaten Pura Pakualaman Yogyakarta, setara dengan tahun Jawa ke-213 atau dalam kalender Masehi tahun 2025. Acara tersebut diselenggarakan pada hari Minggu, tanggal 15 Juni 2025 dan menarik lebih dari 260 siswa dari berbagai wilayah yang berkumpul di Lapangan Kopertis Yogyakarta mulai pagi sampai sore untuk turut serta dalam perlombaan membidik menggunakan senjata tradisional yang dikenal dengan ciri khususnya itu.
Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu (GKBRAy) Adipati Paku Alam X mengatakan, dalam event kali ini, pelajar yang ikut sayembara bukan hanya dari Yogyakarta, tapi juga dari Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat. Aturannya tetap sama sesuai tradisi yang selama ini dilestarikan. Peserta wajib tampil mengenakan busana tradisional, lalu duduk bersila, dan membidik sasaran dengan gaya khas panahan Mataram .
Beda dengan Panah Biasa
Cara menembak jemparannya ini berlainan dari jenis senam memanah pada umumnya. Dikenal sebagai jemparingan itu sendiri. Paku Alam bukan hanya sebuah olahraga, tetapi lebih merupakan ungkapan dari budaya kaya akan nilai-nilai hidup.
"Karena di sana tertanam attitude fokus, kerja keras, kesabaran, dan sportivitas. Budaya ini merupakan sebagian dari identitas kita yang terus kita lestarikan kepada generasi penerus," ujarnya.
Jemparingan sudah resmi diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia mulai tanggal 21 Februari 2024. Awalnya, permainan ini hanya dinikmati oleh anggota keluarga kerajaan Mataram serta prajurit istana. Selain berfungsi sebagai hiburan, jemparingan juga digunakan untuk melatih keahlian dan fokus para tentara pada masa tersebut.
"Saya senang karena event ini dapat diikuti oleh ratusan siswa dari berbagai wilayah, mengumpulkan para penggemar panahan tradisional dari seluruh tempat," ungkapnya.
Seorang peserta bernama Keisya Armelya Nafasha, berusia 16 tahun dan berasal dari Tangerang, Jawa Barat, menyampaikan rasa gembiranya dapat ikut serta dalam kompetisi memanah tersebut yang diselenggarakan di Yogyakarta. Menurut dia, ia telah tertarik dengan olahraga panahan ini sejak masa SMP ketika masih duduk di kelas delapan.
“Saya sering latihan jemparingan ini untuk melatih konsentrasi dan fokus," kata dia.
Mengenalkan Tradisi Yogyakarta
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, menjelaskan bahwa semangat para partisipan yang berasal dari luar wilayah untuk turut serta dalam acara tersebut merupakan indikasi minat khusus terhadap industri pariwisata di Yogyakarta. Menurutnya, "Kegiatan serupa dapat digunakan sebagai sarana untuk memperkenalkan budaya Yogyakarta kepada orang-orang dari tempat lain dengan cara mereka sendiri, yaitu melalui persaingan yang penuh keseruan." katanya.
Wawan menyatakan bahwa melalui lomba Jemparingan tersebut, terjadi penegasan identitas lokal yang disajikan dalam gaya santai dan menghibur. Para peserta tidak sekadar diundang untuk bersaing memperebutkan kemenangan, tetapi lebih penting lagi adalah bagaimana usia muda mereka berkembang sambil mencintai sebuah warisan budaya.
Pilihan Editor: Preman Kaya dari YogyakartaSign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon